A. PENDAHULUAN
Sebagai calon
bidan yang ahli dan professional dalam melayani klien, sudah menjadi suatu
kewajiban kita untuk mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita
lakukan dan wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG
sehingga kita harus meninjau agar tindakan kita tidak menyalahi PERMENKES
yang berlaku. Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media
massa adanya peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di
Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan yang
berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitahukan tentang
kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada bidan, dokter
dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat
konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice)
atau kelalaian medis. Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan
apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian
(human error) dari sang bidan/dokter. Perlu diketahui dengan sangat, sejauh ini
di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar profesi kebidanan yang
bisa mengatur kesalahan profesi. Melihat fenomena di atas, maka kami melalui
makalah ini akan membahas tentang salah satu kasus malpraktik di Indonesia.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian
Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya
dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti
“salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”,
sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun
arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari
seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California,
1956).
Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi
kesehatan. Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma
etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan
praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma
tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan
dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
2. Jenis-Jenis Malpraktek
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice
dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal
malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice.
1.
Criminal
malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori
criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana
yakni :
a. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan
tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa
kesengajaan, kecerobohan atau kealpaan.
• Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya melakukan euthanasia
(pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat
keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal
299 KUHP).
• Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya
melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
• Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya
kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal
malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat
dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2.
Civil
malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil
malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan
civil malpractice antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya
wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak
seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi
dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan
principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana
kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya
(tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan
tugas kewajibannya.
3.
Administrative
malpractice
Tenaga bidan dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala tenaga bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi.
Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai
kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang
persyaratan bagi tenaga bidan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja,
Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga bidan. Apabila
aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat
dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
C. KASUS
Radar Malang, Kamis 10 Agustus 2006
SUNGSANG, LAHIR KEPALA PUTUS
Dunia kedokteran di Malang Raya gempar. Seorang bidan
bernama Linda Handayani, warga Jl. Pattimura Gg I Kota Batu, melakukan
malpraktik saat menangani proses persalinan. Akibatnya, pasien bernama Nunuk
Rahayu (39) tersebut terpaksa melahirkan anak ketiganya dengan hasil
mengerikan. Bayi sungsang itu lahir dengan leher putus. Badan bayi keluar
duluan sedangkan kepalanya tertinggal di dalam rahim. Kejadian ini membuat
suami Nunuk, Wiji Muhaimin (40) kalut bukan kepalang. Bayi yang diidam-idamkan
selama 9 bulan 10 hari itu ternyata lahir dengan cara yang sangat
memprihatinkan. “Saya sedih sekali, tak tega melihat anak saya,” ujar Muhaimin.
Terkait kronologi kejadian ini, pria berkumis tebal tersebut menjelaskan, istrinya
Selasa sore lalu mengalami kontraksi. Melihat istrinya ada tanda-tanda
melahirkan, Muhaimin membawa istrinya ke bidan Linda Handayani, yang tak terlalu
jauh dari tempat tinggalnya.
Begitu memasuki waktu shalat Magrib, dia pulang untuk
shalat. Muhaimin mengaku tidak punya firasat apa-apa sebelum peristiwa tersebut
terjadi. Selama ini dia yakin kalau istrinya akan melahirkan normal. “Nggak ada
firasat apa-apa. Ya normal-normal saja,” katanya. Kemarin, istrinya masih belum
bisa diwawancarai. Pasalnya, Nunuk masih terbaring lemah di BKIA. Ia tampaknya
masih tidur dengan pulas. Kemungkinan, pulasnya tidur Nunuk tersebut akibat
pengaruh obat bius malam harinya. Menurut Muhaimin, dia sangat sedih ketika
melihat bayinya tanpa kepala dengan ceceran darah di leher. Dia merasa antara
percaya dan tidak melihat kondisi itu. Namun, dia sedikit lega bisa melihat
anaknya ketika badan dan kepalanya disatukan. Menurut dia, bayi itu sangat
mungil dan cantik, kulitnya masih merah, dan rambutnya ikal. “Saya ciumi dan usap
wajahnya, sambil menangis,” kata Muhaimin dengan mata berkaca-kaca.
Meski kejadian ini dirasakan sangat berat, Muhaimin akhirnya bisa juga menerima
dan menganggap ini takdir Tuhan. Tetapi untuk kasus hukumnya, dia tetap
menyerahkan ke yang berwenang. Dia berharap kasus ini bisa ditindaklanjuti
dengan seadil-adilnya.
Dari penuturan beberapa warga sekitar, sebenarnya
bidan Handayani adalah sosok bidan yang berpengalaman dan senior. Dia sudah
praktik puluhan tahun. Dengan demikian, masyarakat juga merasa kaget mendengar
kabar mengerikan itu datang dari bidan Handayani. Kabar ini juga menyentak
kalangan DPRD kota Batu. Menurut ketua Fraksi Gabungan Sugeng Minto Basuki,
bidan Handayani memang sangat terkenal di Batu. Kata dia, umurnya sudah 60
tahun lebih. Namun, atas kasus ini dia meminta dinas kesehatan melakukan
recovery lagi terhadap para bidan yang ada di Batu. Dengan demikian kasus
mengerikan semacam ini tidak akan terulang lagi. “Saya juga meminta polisi
segera mengusut kasus ini. Kalau perlu izin praktiknya dicabut,” katanya. (www.opensubscriber.com)
D. ANALISA KASUS
Faktor yang sangat berpengaruh saat kita mau
melahirkan adalah faktor kepercayaan dan kenyamanan pada siapa dan dimana kita
akan melahirkan. Artinya pada seorang bidanpun kalau memang kondisi ibu
dan bayinya tidak bermasalah dan sang ibu merasa percaya dan nyaman insya allah
akan baik-baik saja. Hanya yang perlu diperhatikan adalah seorang bidan
mempunyai keterbatasan dalam melakukan tindakan, walaupun dia mampu secara ilmu
pengetahuan dan pengalamannya.
Ada beberapa tindakan yang hanya boleh dilakukan oleh
seorang dokter saat menolong persalinan. Jika sang bidan tetap melakukan
tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, itu sudah termasuk malpraktek
kecuali bidan yang praktek ditempat yang terpencil dan tidak ada dokter atau
tempat rujukan sangatlah jauh dari tempat praktek bidan dan persalinan sudah
harus segera dilakukan (permenkes pasal14) . Tapi jika memungkinkan maka segera
lakukan tindakan rujukan karena kadang bidan apalagi yang sudah senior
merasa yakin dan bisa melakukan tindakan yang dilarang dan terjadi sesuatu hal,
maka itu akan jadi masalah besar. Misalnya seperti kasus bayi sungsang yang
kepala putus,penolongnya adalah bidan senior yang berusia 60th dan terkenal
dimasyarakat.
E. UPAYA DALAM MENCEGAH KASUS MALPRAKTIK
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat
tenaga bidan karena adanya malpraktek diharapkan para bidan dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan
keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya bukan perjanjian
akan berhasil.
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan
informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam
medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada
senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan
memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga
dan masyarakat sekitarnya.
F. KESIMPULAN
Dari data kajian yang telah kita peroleh dapat
disimpulkan bahwa seorang bidan harus berhati-hati dalam memberikan pelayanan
pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakah yang kita berikan tidak
merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Oleh karena itu bidan
harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita mampu
memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkualitas Bidan harus mempunyai
pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap tindakannya sesuai
dengan standar profesi dan kewenangannya.
Bidan tidak diberikan kewenangan dalam melakukan
tindakan menolong persalinan letak Sungsang karena Bidan Linda secara
Undang-Undang Kesehatan dan Etika Profesi tidak mempunyai kewenangan
untuk memberikan pertolongan persalinan patologis Bidan tidak mempunyai
kewenangan dalam Menolong Persalinan letak Sungsang karena risiko yang
ditimbulkannya sangat besar, secara hak pasien telah dirugikan, terutama
tentang persyaratan pasien memperoleh pelayanan kesehatan secara aman.
Dalam kasus tertentu pasien tidak memperoleh hak
secara utuh dalam memperoleh informasi tentang kondisi kesehatan karena
kelalaian/kesalahan diagnosis Bidan Linda sehingga pasien tidak bisa menentukan
atau menolak pelayanaan apa yang sebaiknya diperolehnya.
Bidan Jika melakukan pertolongan persalinan letak
Sungsang akan memperoleh sangsi hukum sesuai Undang-Undang kesehatan yang
dilanggar serta sangsi Administratif tentang pelanggaran Kode Etik dan profesi
Kebidanan.
G. SARAN
Jika telah
terjadi kesalahan tindakan medis, apakah pasien dan keluarga pasien tidak
menuntut, bertanya dan marah dengan tindakan mereka (dokter, bidan dan perawat).
Apakah hanya mereka saja yang boleh melakukan hal semaunya untuk pasien, toh
pasien bukan kelinci percobaan untuk kesembuhan suatu penyakit.
Pasien pun
masih memiliki hak untuk bertanya, dan mendapatkan informasi lebih banyak
tentang penyakit mereka dan tindakan medis yang dilakukan untuk diri mereka.
Toh badan yang akan disembuhkan bukan badan dokter, perawat atau bidan tapi
milik pasien dan itu sifatnya pribadi.
Ketika itu
semua terjadi, kesalahan terjadi karena tindakan medis yang keliru, berulang
kali IDI dan IBI terus melindungi anggotanya, kenapa mereka tidak mau
mengungkapkan hal sebenarnya.
Dimana hati
dan tanggung mereka terhadap profesi mereka padahal mereka telah
melakukan sumpah profesi, dan ada hukum serta balasan untuk sumpah yang dilanggar.
Dimana lagi kepercayaan masyarakat untuk berobat dan menyembuhkan penyakit
mereka????
Kini saatnya
semua pihak bersatu STOP MALPRAKTIK, jadilah konsumen yang pintar.
Terhadap
dugaan malpraktik medic, masyarakat dapat melaporkan kepada penegak hukum, atau
tuntutan ganti rugi secara perdata, ataupun menempuh ketentuan pasal 08 KUHP
memasukkkan perkara pidana sekaligus tuntutan ganti rugi secara perdata.
SEMOGA BERMANFAAT REKAN-REKAN SEJAWAT :D