Sabtu, 28 Februari 2015

DEFENISI DAN KODE EIK KEBIDANAN




Bidan merupakan suatu profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan masyarakat dan berfokus pada Kesehatan Reproduksi Perempuan, Keluarga Berencana, kesehatan bayi dan anak balita, serta Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Profesi bidan mempunyai standar tersendiri seperti profesi-profesi lainnya. Standar Profesi ini terdiri dari Standar Kompetensi Bidan Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan Kebidanan, dan Kode Etik Profesi.
Standar profesi ini, wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap bidan dalam mengamalkan amanat profesi kebidanan. Berikut akan dijelaskan mengenai hal tersebut.

a.      Definisi bidan
definisi dan isi KODE ETIK Kebidanan
IBI
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui oleh pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, di catat ( register ), di beri ijin secara sah untuk menjalankan praktek.

b.      Definisi Kode etik
Merupakn ciri profesi yang bersumer dari nilai – nilai internal dan external suatu disiplin ilmu dan merupakan komperehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan agi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.

c.       Kode Etik Bidan
1986 Disusun pertama kali
1988 Disusun dalam KONAS IBI X Surabaya
1991 Disempurnakan dan disahkan dalam KONAS IBI XII di Denpasar Bali
Isi Kode Etik Bidan

d.      Kode Etik Bidan Indonesia

1.      Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia

      Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.

2.      Kode Etik Bidan Indonesia

Kewajiban Bidan  Terhadap Klien Dan Masyarakat

1)   Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2)   Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3)  Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4)  Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
5)   Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluaraga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6)   Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajart kesehatannya secara optimal.



Kewajiban Bidan Terhadap Tugasnya

1)  Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
2)  Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan
3)  Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien

Kewajiban Bidan Terhadap Sejawat Dan Tenaga Kesehatan Lainnya

1)  Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
2)  Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

Kewajiban Bidan Terhadap Profesinya

1)   Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
2) Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

Kewajiban Bidan Terhadap Diri Sendiri

1) Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
2) Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3)   Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.

Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air

1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
2)   Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga

Jumat, 27 Februari 2015

CONTOH KASUS MALPRAKTIK DALAM DUNIA KEDOKTERAN YANG TERJADI DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN


Sebagai calon bidan yang ahli dan professional dalam melayani klien, sudah menjadi suatu kewajiban kita untuk mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita lakukan dan wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita harus meninjau agar tindakan kita tidak menyalahi  PERMENKES yang berlaku. Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis. Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu diketahui dengan sangat, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi. Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu kasus malpraktik di Indonesia.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan. Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. 
2. Jenis-Jenis Malpraktek
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice.
1.       Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut  merupakan perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan, kecerobohan atau kealpaan.
• Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
• Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
• Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2.       Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.


Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain  berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3.       Administrative malpractice
Tenaga bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga bidan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
C. KASUS
Radar Malang, Kamis 10 Agustus 2006
SUNGSANG, LAHIR KEPALA PUTUS
Dunia kedokteran di Malang Raya gempar. Seorang bidan bernama Linda Handayani, warga Jl. Pattimura Gg I Kota Batu, melakukan malpraktik saat menangani proses persalinan. Akibatnya, pasien bernama Nunuk Rahayu (39) tersebut terpaksa melahirkan anak ketiganya dengan hasil mengerikan. Bayi sungsang itu lahir dengan leher putus. Badan bayi keluar duluan sedangkan kepalanya tertinggal di dalam rahim. Kejadian ini membuat suami Nunuk, Wiji Muhaimin (40) kalut bukan kepalang. Bayi yang diidam-idamkan selama 9 bulan 10 hari itu ternyata lahir dengan cara yang sangat memprihatinkan. “Saya sedih sekali, tak tega melihat anak saya,” ujar Muhaimin. Terkait kronologi kejadian ini, pria berkumis tebal tersebut menjelaskan, istrinya Selasa sore lalu mengalami kontraksi. Melihat istrinya ada tanda-tanda melahirkan, Muhaimin membawa istrinya ke bidan Linda Handayani, yang tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.
Begitu memasuki waktu shalat Magrib, dia pulang untuk shalat. Muhaimin mengaku tidak punya firasat apa-apa sebelum peristiwa tersebut terjadi. Selama ini dia yakin kalau istrinya akan melahirkan normal. “Nggak ada firasat apa-apa. Ya normal-normal saja,” katanya. Kemarin, istrinya masih belum bisa diwawancarai. Pasalnya, Nunuk masih terbaring lemah di BKIA. Ia tampaknya masih tidur dengan pulas. Kemungkinan, pulasnya tidur Nunuk tersebut akibat pengaruh obat bius malam harinya. Menurut Muhaimin, dia sangat sedih ketika melihat bayinya tanpa kepala dengan ceceran darah di leher. Dia merasa antara percaya dan tidak melihat kondisi itu. Namun, dia sedikit lega bisa melihat anaknya ketika badan dan kepalanya disatukan. Menurut dia, bayi itu sangat mungil dan cantik, kulitnya masih merah, dan rambutnya ikal. “Saya ciumi dan usap wajahnya, sambil menangis,” kata Muhaimin dengan mata berkaca-kaca.
Meski kejadian ini dirasakan sangat berat, Muhaimin akhirnya bisa juga menerima dan menganggap ini takdir Tuhan. Tetapi untuk kasus hukumnya, dia tetap menyerahkan ke yang berwenang. Dia berharap kasus ini bisa ditindaklanjuti dengan seadil-adilnya.
Dari penuturan beberapa warga sekitar, sebenarnya bidan Handayani adalah sosok bidan yang berpengalaman dan senior. Dia sudah praktik puluhan tahun. Dengan demikian, masyarakat juga merasa kaget mendengar kabar mengerikan itu datang dari bidan Handayani. Kabar ini juga menyentak kalangan DPRD kota Batu. Menurut ketua Fraksi Gabungan Sugeng Minto Basuki, bidan Handayani memang sangat terkenal di Batu. Kata dia, umurnya sudah 60 tahun lebih. Namun, atas kasus ini dia meminta dinas kesehatan melakukan recovery lagi terhadap para bidan yang ada di Batu. Dengan demikian kasus mengerikan semacam ini tidak akan terulang lagi. “Saya juga meminta polisi segera mengusut kasus ini. Kalau perlu izin praktiknya dicabut,” katanya. (www.opensubscriber.com)
D. ANALISA KASUS

Faktor yang sangat berpengaruh saat kita mau melahirkan adalah faktor kepercayaan dan kenyamanan pada siapa dan dimana kita akan melahirkan. Artinya pada seorang bidanpun  kalau memang kondisi ibu dan bayinya tidak bermasalah dan sang ibu merasa percaya dan nyaman insya allah akan baik-baik saja. Hanya yang perlu diperhatikan adalah seorang bidan mempunyai keterbatasan dalam melakukan tindakan, walaupun dia mampu secara ilmu pengetahuan dan pengalamannya.
Ada beberapa tindakan yang hanya boleh dilakukan oleh seorang dokter saat menolong persalinan. Jika sang bidan tetap melakukan tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, itu sudah termasuk malpraktek kecuali bidan yang praktek ditempat yang terpencil dan tidak ada dokter atau tempat rujukan sangatlah jauh dari tempat praktek bidan dan persalinan sudah harus segera dilakukan (permenkes pasal14) . Tapi jika memungkinkan maka segera lakukan tindakan  rujukan karena kadang bidan apalagi yang sudah senior merasa yakin dan bisa melakukan tindakan yang dilarang dan terjadi sesuatu hal, maka itu akan jadi masalah besar. Misalnya seperti kasus bayi sungsang yang kepala putus,penolongnya adalah bidan senior yang berusia 60th dan terkenal dimasyarakat.
E. UPAYA DALAM MENCEGAH KASUS MALPRAKTIK

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga bidan karena adanya malpraktek diharapkan para bidan dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya bukan perjanjian akan berhasil.
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
F. KESIMPULAN

Dari data kajian yang telah kita peroleh dapat disimpulkan bahwa seorang bidan harus berhati-hati dalam memberikan pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakah yang kita berikan tidak merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Oleh karena itu bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita mampu memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkualitas Bidan harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.
Bidan tidak diberikan kewenangan dalam melakukan tindakan menolong persalinan letak Sungsang karena Bidan Linda secara Undang-Undang Kesehatan dan Etika Profesi  tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan pertolongan persalinan patologis Bidan tidak mempunyai kewenangan dalam Menolong Persalinan letak  Sungsang karena risiko yang ditimbulkannya sangat besar, secara hak pasien telah dirugikan, terutama tentang persyaratan pasien memperoleh pelayanan kesehatan secara aman.
Dalam kasus tertentu pasien tidak memperoleh hak secara utuh dalam memperoleh informasi tentang kondisi kesehatan karena kelalaian/kesalahan diagnosis Bidan Linda sehingga pasien tidak bisa menentukan atau menolak pelayanaan apa yang sebaiknya diperolehnya.
Bidan Jika melakukan pertolongan persalinan letak Sungsang akan memperoleh sangsi hukum sesuai Undang-Undang kesehatan yang dilanggar serta sangsi Administratif tentang pelanggaran Kode Etik dan profesi Kebidanan.
G. SARAN

Jika telah terjadi kesalahan tindakan medis, apakah pasien dan keluarga pasien tidak menuntut, bertanya dan marah dengan tindakan mereka (dokter, bidan dan perawat). Apakah hanya mereka saja yang boleh melakukan hal semaunya untuk pasien, toh pasien bukan kelinci percobaan untuk kesembuhan suatu penyakit.
Pasien pun masih memiliki hak untuk bertanya, dan mendapatkan informasi lebih banyak tentang penyakit mereka dan tindakan medis yang dilakukan untuk diri mereka. Toh badan yang akan disembuhkan bukan badan dokter, perawat atau bidan tapi milik pasien dan itu sifatnya pribadi.
Ketika itu semua terjadi, kesalahan terjadi karena tindakan medis yang keliru, berulang kali IDI dan IBI terus melindungi anggotanya, kenapa mereka tidak mau mengungkapkan hal sebenarnya.
Dimana hati dan tanggung mereka terhadap profesi mereka padahal  mereka telah melakukan sumpah profesi, dan ada hukum serta balasan untuk sumpah yang dilanggar. Dimana lagi kepercayaan masyarakat untuk berobat dan menyembuhkan penyakit mereka????
Kini saatnya semua pihak bersatu STOP MALPRAKTIK, jadilah konsumen yang pintar.
Terhadap dugaan malpraktik medic, masyarakat dapat melaporkan kepada penegak hukum, atau tuntutan ganti rugi secara perdata, ataupun menempuh ketentuan pasal 08 KUHP memasukkkan perkara pidana sekaligus tuntutan ganti rugi secara perdata. 

SEMOGA BERMANFAAT REKAN-REKAN SEJAWAT :D